Kaidah-Kaidah Sastra
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Pengantar Kajian Kesusastraan Indonesia
Dosen
Pengampu : Deden
Sutrisna S.Pd.,M.Pd.

Disusun
Oleh:
Kelompok 1
1.
Ayu
Yulianingsih
2.
Dewi Robiatul
Adawiyah
3.
Guruh Jembar
Prayoga
4.
Tita Nurhati
Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
Universitas Majalengka
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena dengan
pertolongan_Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ‘Kaidah-Kaidah
Sastra’.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang sastra dan sekaligus memenuhi tugas mata kuliah
‘Pengantar Kajian Sastra’.
Dalam
proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan,
koreksi, dan saran . Untuk itu, rasa
terimakasih kami sampaikan kepada dosen
pembimbing kami Bapak Deden Sutrisna, S.Pd., M.Pd. dan teman-teman
mahasiswa yang sudah memberi
kontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini bermanfaat bagi kami
khususnya dan para pembaca pada umumnya.Kritik yang membangun sangat kami
harapkan untuk perbaikan pembuatan karya ilmiah selanjutnya.
Majalengka
, Oktober 2015
Penyusun
i
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar...................................................................................................i
Daftar
Isi...........................................................................................................ii
BAB
I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1Latar
Belakang..............................................................................................1
1.2
Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3
Tujuan
Penulisan..........................................................................................2
BAB
II
PEMBAHASAN.....................................................................................3
2.1
Kaidah-Kaidah
Sastra...................................................................................3
2.2
Ciri-Ciri
Sastra..............................................................................................6
2.3
Wilayah Study Sastra....................................................................................7
2.4
Wilayah
kesusastraan....................................................................................9
BAB
III PENUTUP...............................................................................................11
3.1
Kesimpulan......................................................................................................11
3.2
Kritik dan
Saran...............................................................................................11
Daftar
Pustaka.......................................................................................................12
ii
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sastra merupakan salah satu hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia. Sastra adalah suatu kegiatan
kreatif, sebuah karya seni. Keberadaan sastra dalam kehidupan manusia telah
menyedot perhatian dari para penikmat seni. Sebagai salah satu seni, sastra
memiliki konsep dasar yang menjadikan sastra berbeda dengan seni lainnya. Ada
empat konsep yang akan dibahas, yaitu: (1) kaidah sastra; (2) ciri-ciri sastra;
(3) wilayah studi sastra; dan (4) wilayah kesusastraan.
Salah satu dari konsep sastra yang cukup menarik untuk
dibahas adalah kaidah sastra. Kaidah-kaidah sastra menarik untuk dikaji karena
perkembangan sastra saat ini semakin pesat, sehingga berpengaruh pula pada
munculnya berbagai genre sastra dengan aliran-aliran sastra baru yang terkadang
berbenturan dengan kaidah sastra. Oleh karena itu kaidah-kaidah sastra perlu
dikaji agar karya sastra yang dihasilkan tetap bernilai estetik walaupun dengan
berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan saat ini. Hal ini yang menarik bagi
kami untuk melakukan pengkajian dan memaparkan masalah tentang kaidah-kaidah
sastra dalam makalah ini.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian kaidah dan sastra?
2.
Apa saja yang termasuk kaidah sastra?
3.
Apa yang menjadi ciri sebuah sastra?
4.
Apa saja yang menjadi wilayah study
sastra?
5.
Apa yang saja yang termasuk wilayah
kesusastraan?
1
1.3 Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian kaidah
sastra.
2.
Untuk mengetahui dan memahami
kaidah-kaidah sastra.
3.
Untuk mengetahui ciri-ciri sastra.
4.
Untuk mengetahui dan memahami wilayah
studi sastra.
5.
Untuk memahami wilayah kesusastraan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kaidah dan Sastra
Kaidah adalah rumusan asas yang
menjadi hukum; aturan yang sudah pasti;patokan; dalil. Menurut Rene Wellek ,
sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni.
2.2
Kaidah-Kaidah Sastra
Waluyo, (1994:56-58) mengatakan bahwa kaidah
sastra atau daya tarik sastra terdapat pada unsur-unsur karya sastra tersebut.
Pada karya cerita fiksi, daya tariknya terletak pada unsur ceritanya yakni
cerita dari tokoh-tokoh yang diceritakan sepanjang cerita. Selain itu, faktor
bahasa juga memegang peranan penting dalam menciptakan daya pikat. Khusus pada
cerita fiksi, ada empat hal lagi yang membantu menciptakan daya tarik suatu
cerita rekaan,yaitu kreativitas, tegangan, konflik, dan jarak.Uraian keempatnya
, bagaimana dikutip dari Waluyo (1994:58-60) .
1. Kreativitas
Tanpa kreativitas, karya sastra yang
diciptakan pengarang tidak mungkin menempati perhatian pembaca. Kreativitas
ditandai dengan adanya penemuan baru dalam proses penceritaan. Pengarang
biasanya menunjukkan daya kreativitas yang membedakan karyanya dengan karya
yang mendahului. Dalam sejarah sastra Indonesia para pembaharu sastra Indonesia
yang menunjukkan daya kreativitas mereka seperti Marah Rusli ( Siti Nurbaya),
Abdul Muis ( Salah Asuhan), Sutan Takdir Alisyahbana ( Layar Terkembang),
Armijn Pane ( Belenggu), Achdiat Kartamiharja (Atheis), Mochtar Lubis (Jalan
Tak Ada Ujung) , dan sebagainya.
3
Penemuan – penemuan hal yang baru
itu mungkin melalui peniruan terhadap karya yang sudah ada dengan jalan
memperbaharui, namun mungkin juga melalui pencarian secara modern untuk
menemukan sesuatu yang baru, untuk tidak hanya mengulang apa yang sudah
diungkapkan oleh pengarang lain.
2. Tegangan ( Suspense )
Jalinan cerita yang menimbulkan rasa
ingin tahu yang besar dari pembaca merupakan tegangan cerita. Tegangan bermula
dari ketidakpastian cerita yang berlanjut, yang mendebarkan pembaca atau
pendengar cerita. Tegangan diakibatkan oleh kemahiran pencerita didalam
merangkai kisah dan pencerita mampu mempermainkan hasrat ingin tahu pembaca.
Terkadang segenap pemikiran dan perasaan pembaca terkonsentrasi ke dalam cerita
itu, karena kuatnya tegangan ynag dirangkai oleh penulis. Dalam menjawab hasrat
ingin tahu pembaca , penulis memberikan jawaban-jawaban yang mengejutkan.
Pengarang – pengarang cerita besar seperti Agata Christie, Sherlock Holmes,
Pramudya Ananta Toer, dan sebagainya mampu menciptakan jawaban-jawaban cerita
yang penuh kejutan sehingga ceritanya memiliki suspense yang memikat.
3. Konflik
Konflik yang dibangun dalam sebuah
cerita harus bersifat wajar dan kuat. Konflik yang wajar artinya konflik yang
manusiawi , yang mungkin terjadi dalam kehidupan ini dan antara kedua orang
yang mengalami konflik itu mempunyai posisi yang kurang lebih seimbang. Jika
posisinya tidak seimbang , maka konflik menjadi tidak wajar karena pembaca
segera akan menebak kelanjutan jalan ceritanya. Konflik itu juga harus kuat.
4
Dalam kisah kehidupan sehari-hari,
konflik yang kuat biasanya berkaitan dengan problem manusia yang penting dan
melibatkan berbagai aspek kehidupan. Roman Salah Asuhan dan Belenggu memiliki
konflik yang begitu kuat karena problem yang menyebabkan konflik itu adalah
problem hakiki dalam kehidupan. Hal ini berbeda dengan konflik yang dibangun
melalui cerita wayang. Karena tokohnya hitam putih,maka konflik dalam cerita
wayang segera dapat ditebak jawabannya.
4. Jarak Estetika
Daya pikat sebuah cerita fiksi juga muncul akibat pengarang
memiliki jarak estetika yang cukup pekat dengan cerita dan tokoh-tokoh cerita
itu. seolah – olah pengarang menguasai benar dunia dari tokoh cerita itu,
sehingga pengarang ikut terlibat dalam diri tokoh dan ceritanya. Jika keadaan
ini dapat dilakukan pengarang ,pembaca akan lebih yakin akan hadirnya cerita
dan tokoh. Seakan-akan cerita fiksi itu bukan hanya tiruan dari kenyataan saja.
Seperti halnya dalamcerita Mushashi, pembaca akan merasa
ikut terlibat dalam peristiwa-peristiwa karena kekuatan cerita itu. Ketika
adegan terakhir Mushashi mengalahkan Sasaki Kojiro, pembaca mungkin akan merasa
menyaksikan dua ksatria bertempur di tepi Parangtritis, di siang hari ketika
matahari terik, dan tiba-tiba Mushashi melompat menghantam kepala Kojiro dengan
pedang. Ini dpat terjadi karena kekuatan cerita yang pengarang ciptakan dengan
membuat jarak estetis yang cukup rapat sehingga tokoh dan peristiwa benar-benar
hidup.
5
2.3
Ciri-Ciri Sastra
Wellek
dan Warren (1989:22) menyebutkan ciri-ciri sastra sebagai berikut :
1. Menimbulkan efek yang mengasingkan
2. Fiksionalitas
3. Ciptaan
4. Tujuan yang tidak praktis
5. Pengolahan dan penyampaian melalui
media bahasa
6. Imajinasi
7. Bermakna lebih
8. Berlabel sastra
9. Merupakan konvensi masyarakat
sebagai ciri-ciri sastra
Lexemburg, (1984:9) menambahkan
beberapa ciri lagi yaitu :
1. Bukan imitasi
2. Otonom
3. Koherensi
4. Sintesa
5. Mengungkapkan yang tak terungkapkan
sebagai ciri sastra yang lainnya.
Dengan demikian sudah
teridentifikasi empat belas ciri sastra. Tentu pendapat lain dapat pula
ditambahkan , seperti pendapat yang dipegang pada zaman Romantik, bahwa sastra
itu merupakan luapan emosi spontan, sedangkan menurut kaum formalis , sastra
selain melanjutkan cirinya pada aspek sintaktik, juga pada grafiknya.
6
2.4 Wilayah
Studi Sastra
Yang merupakan tiga cabang studi
sastra itu adalah teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra ( Wellek dan Warren
dalam Pradopo, 2002: 34-35). Pengertian ketiga cabang studi sastra itu
sebagaimana dijelaskan Pradopo (2002) dan Fananie (2000) berikut ini.
1. Teori sastra adalah bidang studi
sastra yang berhubungan dengan teori kesusastraan , seperti studi tentang
apakah kesusastraan itu, bagaimana unsur-unsur atau lapis-lapis normanya; studi
tentang jenis sastra (genre), yaitu apakah jenis sastra dan masalah umum yang
berhubungan dengan jenis sastra, kemungkinan dan kriteria untuk membedakan
jenis sastra dan sebagainya (Pradopo, 2002:34).
Perihal
unsur-unsur atau lapis-lapis norma karya sastra dijelaskan lebih lanjut oleh
Fananie yakni menyangkut aspek-aspek dasar dalam teks sastra. Aspek-aspek
tersebut meliputi aspek intrinsik dan ekstrinsik sastra. Teori intrinsik sastra
berhubungan erat dengan bahasa sebagai sistem, sedang konvensi ekstrinsik
berkaitan dengan aspek-aspek yang melatarbelakangi penciptaan sastra. Aspek
tersebut meliputi aliran, unsur-unsur budaya, filsafat, politik, agama,
psokologi, dan sebagainya (Fananie, 2000: 17-18).
2. Sejarah sastra adalah studi sastra
yang membicarakan lahirnya kesusastraan Indonesia modern, sejarah sastra
membicarakan sejarah jenis sastra, membicarakan periode-periode sastra, dan
sebagainya.
7
Pokoknya
semua pembicaraan yang berhubungan dengan kesejarahan sastra, baik pembicaraan
jenis, bentuk, pikiran-pikiran, gaya-gaya bahasa yang terdapat dalam karya
sastra dari periode ke periode (Pradopo,2002:34).
Dikemukakan
oleh Fananie (2000;19-20) bahwa berdasarkan aspek kajiannya, sejarah sastra
dibedakan menjadi :
a. Sejarah genre, yaitu sejarah sastra
yang mengkaji perkembangan karya-karya sastra seperti puisi dan prosa yang
meliputi cerpen, novel, drama, atau sub genre seperti pantun, syair, talibun,
dan sebagainya.
Kajian
tersebut dititik beratkan pada proses kelahirannya, perkembangannya, dan
pengaruh-pengaruh yang menyertainya.
b. Sejarah sastra secara kronologis,
yaitu sejarah sastra yang mengkaji karya-karya sastra berdasarkan periodisasi
atau babakan waktu tertentu. Di Indonesia penulisan sejarah sastra secara
kronologis, misalnya klasifikasi periodisasi tahun 20-an, yang melahirkan
angkatan Balai Pustaka, tahun 30-an yang melahirkan angkatan Pujangga Baru,
tahun 42, sastra Jepang, tahun 45, tahun 60-an yang melahirkan Angkatan 66 dan
sastra mutakhir atau kontemporer.
c. Sejarah sastra komparatif, yaitu
sejarah sastra yang mengkaji dan membandingkan beberapa karya sastra pada masa
lalu, pertengahan, dan masa kini. Bandingan tersebut bisa meliputi karya-karya
sastra antar negara seperti sastra Eropa dengan sastra Indonesia,Melayu, dan
sebagainya. Aspek-aspek yang dibandingkan dapat meliputi beberapa hal seperti
yang dikemukakan oleh Rene Wellek, yaitu :
8
1) Comparative literature : The study
of oral literature expecially of falle
talk themes and then imigration, of how and other they have entered higher
artistic. ( Pengkajian sastra lisan khususnya mengenai terra-terra cerita
rakyat dan cerita kepindahannya, bagaimana dan kapan sastra-sastra rakyat
tersebut berkembang/ masuk pada bagian yang lebih tinggi pada keindahan sastra
itu yang bersifat aristik).
2) The study of relationship betwen two
or more literature.(Hubungan kajian antara dua atau beberapa karya sastra).
3) The study of literature in its
totality . (Kajian sastra secara keseluruhan).
3. Kritik Sastra ialah studi sastra
yang berusaha menyelidiki karya sastra dengan langsung , menganalisis,
menginterpretasi, memberi komentar, dan memberikan penilaian
(Pradopo,2002:34-35). Dikatakan Fananie, Kritik
sastra itu semacam pertimbangan untuk menunjukkan kekuatan atau kebagusan
dan juga kekurangan yang terdapat dalam karya sastra. Karena itu hasil dari
kritik sastra biasanya mencakup dua hal , yaitu baik danburuk (goodness atau
dislikeness) (2000:20).
2.5 Wilayah Kesusastraan
Kesusastraan dibagi menjadi tiga
wilayah. Tiga wilayah kesusastraan itu adalah :
1. Wilayah penciptaan sastra
2. Wilayah penikmatan sastra
3. Wilayah penelitian sastra
9
Dikemukakan oleh Mursal Esten (1978:13-14), bahwa ketiga
wilayah dalam kehidupan kesusastraan itu saling berhubungan dan saling
membantu. “Wilayah penciptaaan kesusastraan adalah wilayah para sastrawan ,
yang diisi dengan ciptaan-ciptaan yang baik dan bermutu. Persoalan mereka ialah
bagaimana menciptakan ciptasastra yang baik dan bermutu. Wilayah penelitian
ialah wilayah para ahli dan para kritikus.
Mereka berusaha menjelaskan, menafsirkan, dan memberikan
penilaian terhadap ciptasastra-ciptasastra. Tentu saja mereka harus melengkapi
diri mereka dengan segala pengetahuan yang mungkin diperlukan untuk memahami
ciptasastra yang mereka hadapi. Wilayah para penikmat ialah wilayah para
pembaca. Wilayah ini tidak kurang pentingnya, karena untuk merekalah
sesungguhnya ciptasastra-ciptasastra ditulis oleh para pengarang.”
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kaidah adalah rumusan asas yang
menjadi hukum; aturan yang sudah pasti;patokan; dalil. Menurut Rene Wellek ,
sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Khusus pada cerita fiksi, ada empat
hal lagi yang membantu menciptakan daya tarik suatu cerita rekaan,yaitu
kreativitas, tegangan, konflik, dan jarak.
3.2 Kritik
dan Saran
Sebagai
mahasiswa jurusan sastra maka sangat diperlukan untuk memahami berbagai
kaidah-kaidah sastra untuk menunjang pembelajarannya. Terutama untuk mengembangkan
kemampuannya dalam mengenal dan mengapresiasi sastra. Sehingga mempelajari
kaidah sastra merupakan suatu keharusan bagi mahasiswa jurusan sastra.
11
DAFTAR
PUSTAKA
Esten,
Mursal. 1978. Kesusastraan : Pengantar
Teori dan Sejarah. Bandung : Angkasa.
Fananie,
Z. 2000. Telaah Sastra . Yogyakarta :
Muhammadiyah University
Luxemburg,
Jan Van, dkk.1984. Pengantar Ilmu Sastra.
Jakarta : PT Gramedia.
Pradopo,
Rachmat Djoko.2002. Beberapa Teori
Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Waluyo,
Herman J. 1994. Pengkajian Cerita Fiksi. Surakarta : Sebaelas Maret
University Press.
Wellek,
Rene dan Warren Austin.1993. Teori
Kesusastraan. Jakarta : PT Gramedia.
12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar